PAMEKASAN – Proyek pelebaran jalan raya Bulangan Barat–Tlagah, Kecamatan Pegantenan, Pamekasan, kini menuai polemik besar. Alih-alih membawa kemudahan akses bagi masyarakat, proyek senilai Rp3,6 miliar dari APBD ini justru menimbulkan gelombang protes keras dari warga setempat.
Puluhan warga mendatangi Mapolres Pamekasan, Jumat (3/10/2025), untuk melaporkan dugaan penyerobotan tanah dan penebangan pohon produktif yang diduga dilakukan tanpa izin.
“Kami kaget saat tanah yang jelas-jelas bersertifikat tiba-tiba masuk ke dalam proyek. Tidak ada pemberitahuan, apalagi musyawarah dengan pemilik lahan,” ungkap Syamsuri, salah seorang warga yang merasa dirugikan.
Ia menuturkan, beberapa pohon jati dan mangga miliknya ditebang begitu saja. Ketika ditanya soal dasar pekerjaan, para pekerja mengaku menjalankan perintah seorang pengusaha rokok berinisial H. Holil.
“Kalau memang pemerintah butuh tanah kami, harusnya ada pembebasan sesuai aturan. Bukan main serobot seperti ini,” tegasnya.
Dalam laporan yang disampaikan ke kepolisian, warga menyatakan enam sikap tegas:
Menilai proyek pelebaran jalan melanggar aturan hukum.
Menuntut kompensasi penuh atas lahan dan pohon yang dirusak.
Mendesak penghentian sementara proyek sampai ada pembebasan tanah yang sah.
Mengancam melaporkan pidana penyerobotan tanah dan penebangan liar.
Meminta transparansi anggaran proyek Rp3,6 miliar.
Mengultimatum pemerintah agar segera turun tangan menyelesaikan persoalan.
“Kalau tidak ada itikad baik, kami akan blokade jalan ini. Jangan sampai masyarakat kecil terus jadi korban,” seru salah seorang warga lainnya.
Kasatreskrim Polres Pamekasan, AKP Doni Setiawan, membenarkan pihaknya menerima laporan resmi dari warga. Namun ia menegaskan proses hukum masih menunggu arahan pimpinan.
“Kami pelajari dulu laporan masyarakat. Semua tentu akan diproses sesuai aturan hukum,” katanya singkat.
Di sisi lain, Kepala Dinas PUPR Pamekasan, Amin Jabir, belum memberikan klarifikasi meski dikonfirmasi berulang kali. Diamnya pejabat teknis ini menambah tanda tanya soal transparansi proyek beranggaran jumbo tersebut.
Kasus ini pun langsung menyedot perhatian publik, terutama karena menyangkut proyek pemerintah dengan nilai fantastis. Sejumlah pemerhati menilai pemerintah harus segera turun tangan agar konflik tidak makin meluas.
“Kalau dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk. Proyek pemerintah semestinya membawa kesejahteraan, bukan justru memicu konflik agraria baru,” kata salah satu aktivis mahasiswa di Pamekasan.
Kini warga Bulangan Barat menunggu langkah nyata. Apakah pemerintah daerah berani menindak tegas pihak yang diduga menyerobot lahan rakyat, atau justru membiarkan proyek Rp3,6 miliar ini terus berjalan di atas konflik?