SUMENEP, Newsline.id – Wisata bahari Pantai Sembilan yang terletak di Desa Bringsang, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, kini menuai sorotan tajam. Destinasi wisata yang dulunya dibanggakan sebagai ikon kemajuan sektor pariwisata desa itu kini diduga tak dikelola secara transparan. Bahkan menurut sejumlah sumber terpercaya, aliran dana dari hasil tiket masuk dan sewa fasilitas tidak pernah sampai ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bringsang selaku pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas aset desa tersebut.
“Setahu saya, Pantai Sembilan itu sudah masuk dalam BUMDes. Tapi entah kenapa, sampai sekarang tidak ada laporan atau setoran keuangan yang masuk ke desa. Seolah dikuasai pihak tertentu,” ujar seorang masyarakat setempat.
Ironisnya, hampir semua bangunan fasilitas wisata di Pantai Sembilan mulai dari gazebo, kamar mandi, loket tiket, hingga home stay dibangun dengan dana desa atau bersumber dari anggaran resmi pemerintah daerah. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bangunan itu justru dimanfaatkan oleh sekelompok pihak untuk mengambil keuntungan pribadi.
“Fasilitas di sana jelas dibangun dari uang negara, tapi yang menikmati hasilnya malah bukan desa. Kami, warga sini, tidak pernah tahu berapa pemasukan per bulan dari kunjungan wisatawan,” ungkap warga Bringsang.
Pantai Sembilan sempat mengalami lonjakan kunjungan wisatawan, terutama pada masa libur panjang. Harga tiket masuk pun bervariasi, tergantung musim. Namun dari semua pemasukan tersebut, tidak ada laporan atau penyetoran yang tercatat ke dalam keuangan BUMDes.
Kecurigaan pun mencuat bahwa terdapat praktik ilegal dalam tata kelola Pantai Sembilan, terutama dalam hal penjualan tiket yang dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. Tidak ada karcis resmi yang dikeluarkan oleh BUMDes, dan pengelolaan parkir, warung, hingga panggung hiburan dipegang secara liar oleh pihak luar desa.
“Coba cek, siapa yang pegang tiketnya? Apakah mereka bagian dari struktur BUMDes? Kalau tidak, itu jelas pungli. Apalagi kalau uangnya tidak bisa dipertanggungjawabkan ke publik,” tegas seorang aktivis Sumenep
Ia menambahkan, dugaan penyalahgunaan aset desa di Pantai Sembilan harus segera diusut oleh aparat penegak hukum maupun Inspektorat Kabupaten Sumenep. Pasalnya, selain merugikan desa, pengelolaan liar semacam ini dapat membuka peluang tindak pidana korupsi atau penggelapan dana publik.
Upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Bringsang hingga saat ini belum membuahkan hasil. Beberapa kali dihubungi, yang bersangkutan tidak merespons panggilan maupun pesan singkat.
Banyak pihak kini mendesak agar pemerintah kabupaten turun tangan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan Pantai Sembilan. Evaluasi diperlukan bukan hanya untuk mengetahui besarnya potensi pendapatan desa yang selama ini tak tercatat, tetapi juga untuk memastikan bahwa aset desa tidak dikuasai secara sepihak.
“Sangat disayangkan jika potensi wisata sebagus Pantai Sembilan justru dikelola tanpa akuntabilitas. Ini bukan hanya soal uang, tapi juga soal hak masyarakat desa untuk mendapat manfaat dari aset mereka sendiri,” kata Edo Aktivis Sumenep
Menurutnya, jika benar ada penyimpangan dalam pengelolaan dana wisata, maka Kejaksaan Negeri Sumenep maupun Inspektorat wajib menindaklanjuti temuan ini.
Pantai Sembilan dikenal luas karena keindahan pasir putihnya yang menyerupai angka “9” jika dilihat dari atas. Bahkan, destinasi ini sempat menjadi unggulan wisata Kabupaten Sumenep dalam promosi pariwisata Madura. Namun kini, kejayaan itu seperti teredam oleh aroma praktik-praktik yang merugikan masyarakat.
Salah satu warga mengaku kecewa karena merasa hanya dijadikan penonton. “Warga desa cuma lihat dari jauh. Nggak pernah tahu pengelolaannya kayak apa. Kami heran, kenapa desa diam saja?” ujarnya lirih.